Bila Anak Bertanya soal Seks


SEBAGIAN besar orangtua merasa rikuh dan tidak mengerti kapan dan bagaimana harus memulai jawaban yang berkaitan dengan reproduksi, terutama di negara-negara Timur seperti Indonesia. Masih banyak orangtua beranggapan, membicarakan masalah seks, apalagi kepada anak-anak, adalah tabu, kotor, dan tidak pantas.

Hal tersebut diakui salah seorang psikolog kenamaan Prof Dr Sarlito W Sarwono Psi. Menurutnya, ada beberapa faktor penghambat pendidikan seksual pada anak antara lain seks masih tabu dibicarakan secara terbuka, orangtua tidak mempunyai pengetahuan yang tepat, merasa malu dan jengah membicarakan seks dengan anak. Mereka berharap anak akan belajar dan tahu sendiri.

Anakpun menjadi lebih banyak mendapatkan informasi terhadap hal-hal yang berhubungan seksualitas melalui program televisi, video games atau internet, bahkan dari bacaan seperti majalah.

"Sementara orangtua dan sekolah tidak mengajarkan anak-anak yang berkaitan dengan pendidikan seksual," ujar Sarlito dalam artikel Pendidikan Seks untuk Anak, Perlukah? yang dirilis Dancow Parenting Center.

Padahal, pendidikan seks kepada anak-anak bukan mengajarkan cara-cara berhubungan seks, namun lebih kepada upaya memberikan pemahaman kepada anak, sesuai dengan usianya. Terutama mengenai fungsi-fungsi alat seksual dan masalah naluri alamiah yang mulai timbul, bimbingan mengenai pentingnya menjaga dan memelihara organ intim mereka, di samping juga memberikan pemahaman tentang perilaku risiko-risiko yang dapat terjadi seputar masalah seksual.

Sarlito menegaskan, adalah wajar bila anak-anak bertanya tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan seks karena seksualitas memang berkembang sejak masa bayi, anak-anak, remaja, sampai dewasa. Perkembangan seksual pun tidak hanya menyangkut perkembangan fisik (fisikoseksual), melainkan juga psikis (psikoseksual).

Sarlito mengungkapkan beberapa pertanyaan yang sering dilontarkan oleh anak. Misalnya, anak berusia tiga tahun seringkali bertanya bagaimana ia lahir atau anak laki-laki berusia tiga tahun bertanya mengapa alat kelaminnya berbeda dengan adik perempuannya.

Kemudian saat anak berusia lima tahun, pertanyaannya juga akan berkembang cara berpikirnya. Beberapa pertanyaan yang biasanya dilontarkan anak usia 5-6 tahun antara lain mengapa mama memiliki dada yang lebih besar dari papa atau mengapa mama perutnya bisa besar jika ada adik di dalamnya.

Sebaiknya pertanyaan tersebut dijawab sesuai dengan usia anak. Sayangnya, reaksi orangtua seringkali mengabaikan pertanyaan anak tersebut seperti pura-pura tidak mendengar atau mengalihkan pembicaraan. Ada juga sebagian orangtua yang mengarang cerita untuk anak-anak seperti anak diantar burung bangau atau anak lahir dari pusar. Bahkan, tidak jarang anak dimarahi karena mengajukan pertanyaan semacam itu.

"Reaksi orangtua tersebut dapat mengakibatkan anak bertambah bingung atau semakin ingin tahu. Bisa jadi anak mencari sumber jawaban lain yang mungkin menyesatkan," tegas Sarlito.

Ahli Terapis Seksual dan Penulis buku Dr Ruth Talks to Kids: Where You Came From, How Your Body Changes, and What Sex Is All About Dr Ruth Wastheimer memberikan contoh yang dapat dilakukan orangtua saat menjawab pertanyaan anak-anak mengenai seks. "Setelah melihat seorang anak perempuan berbeda dengan dirinya, Jimmy, seorang anak laki-laki, bertanya kepada ibunya. Setelah berbicara canggung selama 10 menit mengenai perbedaan anak laki-laki dan perempuan kemudian ibunya bertanya mengenai hal lain yang ingin diketahui Jimmy," jelasnya.

Namun Jimmy justru bertanya mengenai hal lain yang tidak berhubungan dengan seks. Memang pada kasus ini, lanjut Dr Ruth, ibu Jimmy menjelaskan lebih banyak dari yang Jimmy ingin tahu. Meskipun demikian, banyak ahli yang tidak mempermasalahkan hal tersebut karena Jimmy memiliki orangtua yang mau mendiskusikan secara jujur tentang seks.

"Hal inilah kunci dari membentuk perilaku sesksual yang sehat," tegasnya.

0 comments:

Posting Komentar

Alat Bantu Sex Murah